Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Manusia dan Kebahagiaan (Sebuah Renungan Antara Fitrah, Ilmu, dan Jalan Menuju Insan Kamil)

Pendahuluan Pembahasan tentang manusia selalu menjadi inti dari upaya Islamisasi ilmu. Semakin dalam seseorang mengkaji konsep manusia, semakin dekat ia kepada fitrahnya, dan semakin terbuka pula pintu untuk mengenal Allah melalui ayat-ayat-Nya — baik ayat qauliyah (Al-Qur’an) maupun ayat kauniyah (ciptaan-Nya). Karena itulah memahami manusia bukan sekadar wacana antropologi, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk memahami Ru’iyatul Islâm lil Wujûd — pandangan Islam tentang keberadaan. Fase Hidup Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an Al-Qur’an banyak menjelaskan proses dan perjalanan manusia, seperti dalam: Al-Ahqaf: 15 → menyebut fase perkembangan dari lemah menjadi kuat. Ar-Rum: 54 → menggambarkan siklus: lemah → kuat → kembali lemah. Dalam realitas, usia 20–40 merupakan masa “puncak”—muda, kuat, dan penuh potensi capaian luar biasa. Pepatah ulama mengatakan bahwa: 20 tahun pertama → menuntut ilmu. 20 tahun kedua → mengamalkan ilmu. 20 tahun ketiga → menyebar...

Memetik Hikmah, Mencipta Karya, dan Menebar Manfaat

Malam itu, sekitar pukul 00:07 WIB terlihat ia sedang duduk di ruang tamu beralaskan ubin keramik. Wajahnya tampak serius memandang laptop. Jari-jemarinya berpindah-pindah dari satu keyword ke keyword lain menandakan ia sedang mengetik. Sesekali ia memandang ke atas, seperti orang sedang mengingat-ingat tentang sesuatu. Saya mencoba menerka-nerka pikirannya. “Hmm, sepertinya saya masih harus berada di sini untuk mengamatinya terus.” Bisik saya dalam hati. “Alhamdulillahhhh!” ucapannya cukup mengusik keheningan malam. Untung saja, keluarganya tidak ada yang bangun. Ingin rasanya saya mencubitnya karena bikin kaget saja. Eh tapi lihatlah! Senyuman keluar dari wajahnya. Tak terlihat ketegangan yang tadi menyelimuti tubuhnya. Sepertinya ia sudah berhasil mengerjakan sesuatu? Apa itu? karena penasaran, saya mulai mengintip layar laptopnya. “Wah! Ia berhasil!” saya kembali berbisik dalam hati. “Huft, syukurlah ia sudah berhasil bangkit dan mulai berdamai dengan dirinya sendiri...

Saatnya Melebarkan Sayap Lebih Luas Lagi !

DEG! Seketika, jantung merasakan degupan kencang! Akal, masih serasa tidak percaya dengan apa yang ada dipikirannya. Mata pun tak mampu berkedip seperti biasa melihat apa yang dibaca. Air mata, perlahan berkaca-kaca di mata. Tubuh? Rasanya, kaku seketika. Lalu, hati pun berbisik dengan penuh kelembutan.. "Tenang, jangan khawatir dan jangan bersedih" diri pun perlahan mulai mencair dengan keadaan. Malam itu, menjadi lebih berwarna dengan coretan kata-katanya. Perlahan, bibir pun memaksa untuk tersenyum. Seperti hendak menjadi simbol kelapangan hati. Jari pun tidak mau kalah dengan anggota tubuh yang lain untuk merasakan sensasi malam itu, terutama ibu jari. Yang sibuk menscroll layar handphone ke atas dan ke bawah. Mengetik, tiap keyword yang ada. Mewakilkan mulut dalam berkata, menyesuaikan isi pikiran dan hati. Ya, tak dapat dipungkiri, takdir Allah yang satu ini cukup menguji diri yang lemah ini. Proses komunikasi pun berjalan seperti di atas tepi juran...