Saat itu, malam jum’at di pertengahan bulan Ramadhan. Seperti biasa dirumahnya diadakan pembacaan tahlil dan surah yasin selepas tarawih di masjid. “Hayo kita siap-siap, sebentar lagi jama’ah masjid akan datang ke rumah.” kata ibu sembari mengangkat kue ke ruang tamu.
“Ibu ngapain si terlalu over banget siapin makanan untuk jama’ah, kan
jadinya mereka banyak yang dateng tahlilan hanya karena makanan.” Kataku sedikit
gerutu.
“Loh loh loh, sekarang ibu tanya kamu kerja di kantor niat ibadah bukan?”
“InsyaAllah iya bu, kan ibu dan ustadz yang mengajarkan seperti itu. Kalo
tidak diniatkan seperti itu akan sia-sia kan bu tidak dapat pahala.” Jelasku.
“Alhamdulillah, terus kalo niat ibadah berarti ikhlas karena Allah kan agar
diterima?” ibu bertanya kembali.
“Iya bu insyaAllah.” Jawabku lugas.
“Kalo gitu, kalo misalkan kamu kerja di kantor tidak dapat gaji gimana? Apakah
masih mau bekerja?” tanya ibu mengujiku.
“Ya tidak mau lah bu, masa tidak dapat gaji. Kalau gitu mah saya dizhalimi
bu.” Jawabku dengan sedikit menaikkan nada.
“Nah, itu maksud ibu. Sederhananya, meski kamu niatkan kerja sebagai ibadah
kepada Allah. Tapi kamu berhak untuk menerima gaji, agar kamu tidak dizhalimi. Sesuai
dengan kesepakatan dengan pihak kantor. Kamu fokus dengan kerjamu, lalu
kantormu fokus dengan memberikan gaji untukmu. Mereka dapat jasa dari kamu, dan
kamu dapat imbalan dari mereka.” Jelas ibu.
“Lalu apa hubungannya dengan mengundang jama’ah tahlilan di rumah, tapi
kita juga yang repot-repot siapin makanan?” tanyaku kembali.
“Kamu percaya dengan adanya pahala kan jika ibadah atau kebaikan itu
dilakukan dengan ikhlas?”
“Iya bu, aku percaya.”
“Kamu tau kan adab menjamu tamu dan keutamaan memuliakannya?”
“Hmm, apatuh bu?”
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia
memuliakan tetangga, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (Mutafaq'alaih).
“Bahkan Rasulullah SAW itu memuliakan tamunya yang kafir loh. Nah, dengan
akhlak mulia beliau SAW, orang kafir itu pada akhirnya menerima hidayah untuk
masuk Islam. Jadi disini, merupakan ladang amal kita rum. Betapa banyak amal
yang akan kita dapat dengan adanya acara ini.” Terang ibu kembali.
“Ya tapi bu, aku denger pasti ada aja jama’ah yang suka mengomentari
masakan ibu, tidak enak lah. Kurang banyak berkatnya lah, panaslah rumah kita,
dan komentar lainnya. Padahalkan ibu udah susah payah menyiapkan semuanya
dengan baik. Mereka dateng, duduk, baca, itu juga gatau serius atau tidak,
makan, dapet berkat, terus pulang deh!”
“Ya tidak papa, kita doakan mereka bisa mendapat hidayah lalu tidak suka
mengomentari keburukan-keburukan yang terdapat pada orang lain. insyaAllah jika
kita menerimanya dengan lapang dada, pasti akan dapat ganjaran pahala yang
besar. Memangnya, di hidup ini APA YANG KAMU CARI RUM?” dengan tatapan
yang cukup tajam ibu bertanya padaku membuat suasana sedikit lebih tegang.
“Hm, ya aku sih mencari ridha Allah bu. Yakan?” jawabku dengan sedikit
ragu.
“Iya benar rum, benar sekali.” Ibu membenarkan.
“Kalau ridha Allah yang kamu cari, maka kamu tidak perlu mencari
pujian-pujian dari orang lain. Kamu pun tidak perlu membalas
keburukan-keburukan orang lain terhadap kebaikanmu, toh yang kamu cari adalah
ridha Allah. Lihatlah perjuangan para Nabi dan Rasul, ada yang digergaji, ada
yang dibunuh, ada yang dihina, dilempari kotoran. Lihatlah manusia paling
mulia, Rasulullah SAW, yang dengan segala kemuliaannya itu, masih ada aja musuh
yang bahkan ingin membunuh beliau dan ya dengan kemuliaan akhlak itu, banyak
musuh-musuhnya itu yang masuk Islam bahkan jadi masuk surga karena mati syahid.”
Ibu meneruskan penjelasan.
“Astaghfirullah...” Dengan wajah yang agak tertekuk, aku pergi ke dapur
mengambil kotak nasi untuk ditaruh di kamar yang akan dijadikan makan malam
para jama’ah.
“Masih mau ibu lanjutkan ceramahnya atau kamu sudah cukup mengerti rum?”
ibu mulai bangun untuk merapihkan karpet yang sedikit terlipat.
“Cukup bu, aku sadar bu, bahwa ini adalah kebaikan yang tidak perlu
dipertanyakan atau dipermasalahkan oleh kita. Segala hal yang ada di dunia ini
semata adalah untuk mendapat ridha Allah. Itulah yang kita cari dan kita
harapkan ya bu. Memang manusia ada aja sifat buruknya, dan kita tidak bisa
menguasai mulut dan hati mereka, tapi Allahlah yang Maha Menguasai apa-apa yang
ada di bumi dan langit.” Balasku sembari dudu disampingnya.
“Nah yasudah tidak perlu ibu jelaskan lagi ya, intinya berbuat baiklah
ikhlas karena Allah, lakukan tugasmu sebaik mungkin, tidak perlu membalas dendam,
jangan putus asa, dan senantiasalah berakhlak mulia terhadap siapapun. Karena apa
yang kamu cari? Ya ridha Allah.” Jelas ibu sembari menepuk pahaku.
“kamu masih muda, masa depanmu terlihat masih panjang. Tapi batas usia
hanya Allah yang tahu. Kamu akan menemukan, hal-hal lain yang akan menguji
keimananmu dan menguji apa yang kamu cari itu (ridha Allah). Karena
mendapatkannya itu tidaklah mudah, makanya kalau yang kamu cari itu adalah
ridha Allah, jangan tinggalin Allah, deketin dia. Toh Dia yang punya kan…” Kata
ibu dengan senyumnya yang mulai mencairkan suasana.
“Iya bu maafkan rumi ya bu, makasih banget udah memberikan pelajaran
berharga bagi rumi. Dari penjamuan tamu saja, sudah banyak hikmah yang bisa
diambil. Kalau gitu mari bu, kita buka pintunya agar jama’ah masjid bisa
langsung masuk, kebetulan ayah ada di depan gerbang sedang mengobrol dengan
ustadz ali.” Tangkasku sembari memeluknya dan beranjak untuk membuka pintu.
Malam itu, akhirnya rumi mendapatkan sebuah
pelajaran berharga dari dialog sederhana dengan ibunya, dari penjamuan tamu
yang merupakan salah satu kemuliaan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
kemudian dari situ banyak hikmah yang dapat digali dan dijadikan pelajaran
hidup. Salah satunya adalah terus ikhlas berbuat baik karena Allah Azza wa
Jalla.
Rumi mendapat tambahan kekuatan, spirit, untuk terus memantapkan hati dalam mencari
ridha Allah di dunia. Lalu, aku bertanya padamu sahabatku, di hidup ini apa
yang kamu cari? Jangan lupa berbagi kisah ya, karena pasti banyak kisah seru
yang akan kamu temui dan jalani!
Komentar
Posting Komentar