Langsung ke konten utama

3 Faktor menjadi Pemimpin yang Sukses

  Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan.  Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...

5 Langkah Menuju Jama'ah Satu Hati

Mengapa di dunia yang dewasa saat ini, umat Islam masih belum bisa bersatu seutuhnya? Lalu bagaimanakah caranya agar umat Islam dapat menuju Jama'ah yang satu hati? Coba tanya pada diri kita sendiri, apa yang sudah kita (sebagai seorang muslim) lakukan untuk memperjuangkannya?

Jika kita lihat sejarah, berkaitan dengan persatuan, Allah SWT telah memberikan contoh kepada hamba-Nya melalui kemenangan Islam saat penaklukkan kota Mekkah (Fathu Mekkah). Ketika Muhammad Al-Fatih bersama pasukannya berhasil menaklukkan kota konstantinopel serta Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berhasil menjadikan masanya menjadi masa keemasan dari sejarah umat Islam. Ya, sejarah mencatat bahwa Islam pernah menguasai 1/3 dunia.

Mereka yang telah merasakan keberhasilan adalah jama'ah yang satu hati. Mereka berpegang teguh untuk siap menjalankan segala konsekuensi dari kalimat syahadat. Ia siap berjanji untuk menjalankan Islam secara keseluruhan (Syumuliatul Islam). Ini adalah ‘janji setia’ untuk maju atau hancur bersama dalam jama’ah. Ini adalah keta’atan yang muncul dari kesadaran, disamping keteguhan hati dalam barisan yang di dalamnya tidak akan terdengar pembicaraan yang sia-sia.

Kita percaya, bahwa suatu saat nanti Islam akan kembali merasakan kemenangan. Sesuai janji Allah. Itu pasti. Permasalahannya sekarang adalah apakah kita akan berada pada barisan prajurit Allah dalam kemenangan Islam? Bagaimana langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkannya? Berikut 5 Langkah Menuju Jama'ah Satu Hati.

1. Keta'atan yang Paripurna

Langkah pertama adalah keta'atan yang paripurna. Ta'at pada perintah Allah dan ta'at untuk meninggalkan segala yang dilarang Allah. Percaya bahwa kemenangan hanya Allah yang berhak memiliki. Bahwa kesatuan hati adalah kehendak Allah, Sang Pemilik Hati.

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا مَّآ أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Dan (Dia-lah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal: 63).

Hakikatnya setiap persatuan yang terbangun adalah semua karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mempersatukan. Bukan karena keberhasilan suatu individu ataupun kelompok. Inilah kemurnian dan kesucian niat yang harus dijaga dalam setiap perjuangan agar tidak ternodai oleh perusak amal yaitu riya’ ataupun sombong.

Dengan memiliki keimanan yang kuat, setiap da’i pun percaya terhadap segala janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana iman kepada surga yang membuat mereka berlomba-lomba meraih ridho Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui jihad fi sabilillah. Dengan ‘janji setia itupun yang telah mendorong mereka pada perlombaan lain yaitu keta’atan, cinta persaudaraan (ukhuwwah) dan kejernihan hati sesama anggota Jama’ah Muslim.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan contoh kepada umat Muslim yang dewasa sekarang ini betapa keta’atan yang bertolak dari iman, dipandu oleh kaidah-kaidah iman, dan merujuk kepada iman, adalah keta’atan yang menginginkan kejernihan hati dan termasuk dalam kelompok pemenang (az-Zumrah al-Fa’izah).

Inilah keta’atan Islami yang khas. Keta’atan yang lahir dari sempurnanya iman. Oleh karena itu, akal boleh disalahkan bila terjadi perselisihan ijtihad tentang keharusan adanya keta’atan ini. Hati harus ditahan ketika kepentingan pribadi mencuat, demi menjaga agar iman ini tidak terusik.

Karena keta’atan kepada pemimpin termasuk bagian dari iman, maka sewajarnya seperti iman yang kadang bertambang dan kadang berkurang, kita sudah seharusnya memiliki batasan yang sesuai (keseimbangan) dalam menjaga keimanan. Ketika ia berada di puncak, tidak bersikap berlebihan dan ketika berada di titik terendah, mampu melampaui ambang batasnya agar tetap mengikuti petunjuk sunnah Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya :

“Setiap amal mempunyai masa semangat (syirrah), dan setiap masa semangat terdapat pula masa turun semangat (fatrah). Barangsiapa yang masa lemah semangatnya masih berada pada sunnahku, maka ia telah mendapat petunjuk. Dan siapa yang masa futurnya kepada selain itu, maka ia akan binasa.” (HR. Imam Ahmad).

Segala bentuk keta’atan selalu mempunyai syirrah dan fatrah. Selalu mengikat iman yang naik dan turun tersebut dengan sunnah Rasulullah SAW tanpa menodainya dengan kehinaan dan kerendahan adalah suatu keindahan. Keindahan ini akan bertambah indah bila dilengkapi sikap menahan diri dari keinginan untuk lepas kendali sehingga menyebabkan kelengahan, egoisme, dan pertengkaran yang akan mengakibatkan hilangnya pahala amal jama’i.

Oleh karena itu, ‘pemeriksaan hati’ harus terus dilakukan. Berangkat dari kenyataan ini, al-Junaid berseru : “Periksalah hal-hal yang bisa menodai hatimu.” Yaitu hal-hal yang membuat iman kita turun dengan noda yang menjerumuskan dan menipu. Yang telah mencuri identitas dirimu setelah tergolong dalam “kelompok yang bersatu hati."

Keta’atan yang diberikan seorang da’i kepada pemimpinnya adalah tahapan tarbiyah yang memiliki keta’atan sejati termasuk asas dalam gerakan gakwah. Imam Hasan al-Banna telah menjelaskan bahwa jalan kita didasarkan pada : "Pembentukan (takwin) : dengan cara menyeleksi unsur-unsur yang layak untuk mengemban semua beban jihad dan memadukan sebagiannya dengan sebagian yang lain."

2. Kasih Sayang dan Jalinan Hubungan

“Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di sayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di langit”. (HR. Abu Dawud).

Dakwah ini telah mengajarkan kepada Anda arti kasih sayang dan memberitahukan kepada Anda semua maknanya, bukan sekedar kata. Orang yang memiliki jiwa merdeka, pasti Akan menjaga kasih sayangnya, ikhlas untuknya, dan menjauhi berbagai fitnah yang selalu mengintainya.

Dengan berkasih sayang setiap muslim, ia akan lebih mendahulukan segala perbuatan yang baik di atas segala perbuatan yang buruk, mendahulukan prasangka baik (husnudzon) di atas prasangka buruk (su’udzon).

Seorang pemimpin harus mempunyai wibawa. Ada perbedaan antara sikap rendah hati dan lemah lembut dengan sikap mereka yang merendahkan pemimpin. Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin adalah semuanya saling terikat dan saling memberikan keuntungan. Dari tiap diri seseorang memiliki kebaikan yang dapat diambil dan semangatnya mendorong Anda untuk berbuat kebaikan. Inilah tarbiyah yang menuntut Anda memberikan kasih sayang.

3. Pemimpin harus menjadi Pelopor

“Siapapun para pemimpin yang mengurusi urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak berupaya keras untuk kemaslahatan mereka dan tidak pula menasehati mereka, maka ia tidak akan masuk surga bersama mereka.” (HR. Muslim).

Pemimpin umat harus menjadi pionir di kalangan para da’i dalam mengemukakan ijtihad yang menjadi tuntutan perkembangan situasi, dan dalam mengemas berbagai pelajaran pengalaman. Karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang dipimpinnya. Kepemimpinan harus benar-benar menumbuhkan sejak semula iklim amal bagi semua anggota agar potensinya disalurkan untuk kebaikan bukan untuk hal yang tidak baik.

Masalah potensi dan sumber daya manusia yang tidak tersalurkan tak ubahnya seperti air bah dan banjir. Ia akan mendatangkan kebaikan bagi orang yang pandai menggali selokan dan kanal yang bermanfaat. Namun ia akan menjadi ancaman bahaya bagi orang yang tidak memperhatikannya.

4. Bersungguh Melawan Hasutan Syaitan

Perpecahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin adalah karena mereka meninggalkan jihad fii sabilillah. Jihad disini adalah kesungguhan seorang Muslim melaksanakan perintah Allah dalam menegakkan kalimat-Nya, dengan segala resiko, termasuk al-qital atau perang. Para pujangga tempo dulu pernah berkata : “Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan.”

Perkataan tersebut dapat kita refleksikan dengan kenyataan saat ini yang mana banyak kaum Muslimin yang berbuat sesuatu yang merugikan Islam itu sendiri. Dalam konteks berorganisasi, dapat dikatakan anggota yang tidak mempunyai rasa tanggungjawab akan amanah yang telah terlekat olehnya ia akan bingung akan tugasnya dan akan membuat kegaduhan dari apa yang telah ia perbuat.

Sesungguhnya hasutan atau provokasi setan akan muncul pada bidang-bidang yang mengalami kelesuan. Ia akan menipu, mengacaukan, dan memeah belah. Sebagaimana kata imam Al-Ghazali: “Dia (setan) akan mengemas dan menyuguhkan keburukan dalam bentuk kebaikan sehingga sulit membedakannya. Kebanyakan hamba Allah binasa karena hal seperti ini.”

Setan menentang prakarsa seorang dai atau anggota yang memperbarui tekadnya untuk melakukan keta’atan. Ia akan menumbuhkan prasangka bahwa ketaatan itu akan membuatnya meninggalkan suatu kebenaran yang diyakininya. Salah satu rahasia kekuatan semua Jama’ah terletak pada penyerahan mayoritas kepada kelompok kecil yang memimpin dan menggariskan jalan. Inilah yang dimaksud juga dalam jama’ah ada sistem yang terstruktur. Seperti perkataan yang terkenal : "Kebenaran yang tak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir."

5. Tidak ada Gunanya Ketaatan yang Bermuatan Hawa Nafsu

Ketika seorang da’i telah memba’iat seorang pemimpin maka ia akan tunduk patuh kepada pemimpinnya. Ia akan ikhlas menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan pemimpinnnya dengan ikhlas.

Marsekal Montgomery seorang panglima Inggris yang memenangkan pertempuran Alamin (Mesir, 1942) melawan tentara Jerman, ia berkata dalam buku hariannya : “Sesungguhnya saya memasukkan unsur penting dalam sistem kerja, yaitu bahwa semua perintah pimpinan tidak boleh dibantah oleh para perwira kecil. Sebagaimana sering saya saksikan dalam berbagai peristiwa. Karena apabila ada banyak strategi, maka pasukan dipastikan akan gagal, sebab mereka tidak meyakini kebenaran satu strategi.”

Banyaknya usulan akan menyebabkan perbedaan, lalu pertengkaran, penyianyiaan waktu, perselisihan hati, hilangnya semangat, kelemahan, dan kemunduran. Saat itulah keta’atan seseorang akan bergantung pada keinginan hawa nafsunya. Ia akan ta’at pada hal-hal yang sesuai dengan keinginannya dan ringan. Tetapi ia akan menentang bila tidak sesuai dengan keinginannya dan berat. Dalam hal ini hakikat dari musyawarah adalah menemukan mufakat yang mana kesepakatan yang dipilih adalah yang terbaik bukan dari suara terbanyak.

Ini juga yang menjadi ujian dari setiap anggota yang mana keikhlasan dalam menjalankan keta’atan baik dalam hal yang mereka sukai maupun hal yang mereka tidak sukai. Konsekuensi dalam menjalankan syariat Islam yang mana telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala atur sedemikian rupa. Konsekuensi seorang anggota yang siap menjalankan apapun perintah dan tugas dari Khalifah demi kebaikan bersama.

مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

"Barang siapa yang mengerjakan amal yang shalih maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidakah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya." (QS. Fussilat : 46).

Abdul Wahab ‘Azzam berkata : “Mereka akan segera ta’at pada hal-hal yang mereka sukai, namun mereka akan bermalas-malasan pada hal-hal yang mereka benci. Apabila dihadapkan pada ujian untuk melakukan suatu hal yang tidak mereka sukai sekalipun di dalamnya ada kemaslahatan Jama’ah, maka mereka akan berpaling sambil memberi alasan, atau mereka akan menta’ati dengan terpaksa, dan melaksanakannya dengan hati kesal.”

Maka dari itu, kenalilah hakikat dari kedua hal ini : bahwa segala kebaikan yang kita niatkan ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan kembali menjadi kebaikan untuk diri kita dan kewajiban dalam menjalankan amanah atau tugas harus diterima dalam keadaan suka maupun tidak suka. Jangan sampai menuruti hawa nafsu, namun harus dijalankan dengan penuh semangat, dipikul dengan sabar, dan diyakini bermanfaat untuk Jama’ah. Semua itu merupakan ukuran kejujuran dalam individu dan neraca keikhlasan dalam Jama’ah.

Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah : 246).

Sayyid Qutb berkata : "Salah satu ciri khas Bani Israil : melanggar kesepakatan, mengkhianati janji, tidak mau ta’at, lari dari kewajiban, ucapan yang tidak bisa dipegang dan berpaling dari kebenaran yang nyata. Akan tetapi, karakter ini juga merupakan tabi’at setiap Jama’ah yang belum matang pendidikan imannya. Ia adalah tabi’at ummat manusia secara umum. Tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali tarbiyah imaniyah yang tinggi, lama dan sangat dalam pengaruhnya. Oleh karena itu, tabi’at seperti ini harus diwaspadai oleh pimpinan dan diperhitungkan dalam perjalanan yang berat. Agar tidak dikejutkan dengan kemunculannya sehingga tidak mampu mengatasinya. Karakter ini akan terus muncul pada setiap kelompok manusia yang belum terbebas dari berbagai virus dan penyakit ini."

Inilah langkah-langkah menuju jama'ah satu hati. Jama'ah yang telah siap menerima segala resiko. Berani mengemban amanah yang begitu berat. Langkah yang secara bertahap akan menuntun kita  menuju jama'ah satu hati, dengan seizin Allah.

Sudah siapkah kita menempuh perjalanan yang panjang? Kesiapan yang tumbuh dan mengakar kuat atas dasar keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak mengharapkan hal keduniawian yang fana dan melalaikan.

Syiar dakwah yang diperjuangkan adalah “perintah” dan “keta’atan”, tanpa keraguan, tanpa protes, tanpa bimbang dan tanpa merasa berat. Seperti salah satu contoh ketika Kaum Muslimin diasingkan selama kurang lebih 3 tahun. Yang mana saat itu para sahabat begitu ta’at kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan tidak keluar dalam barisan Jama’ah, tidak membuat kegaduhan yang menyebabkan umat terpecah belah. Keta’atan yang sempurna.

Semoga Allah memberikan izin kepada kita untuk menjadi barisan yang berhimpun dalam jama'ah satu hati dalam merealisasikan kemenangan Islam yang telah Allah janjikan. Aamiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Faktor menjadi Pemimpin yang Sukses

  Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan.  Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...

Transformasi Pembaruan Dakwah Kampus; Sebuah Renovasi Cerdas-Paripurna

Secara etimologis Transformasi adalah Perubahan Rupa (betuk, sifat, fungsi dsb). Transformasi secara umum menurut kamus (The New Grolier Webster Internasional dictionary of English Language), menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan fungsi. Bisa kita saksikan dalam sejarah bahwa Islam adalah agama, nilai dan ajaran yang transformatif. Merubah tatanan hidup manusia dari keburukan yang berbagai macam rupa menjadi kebaikan-kebaikan yang penuh kemuliaan. Sedangkan permbaruan merupakan proses yang senantiasa dijalankan oleh alam semesta atau sebuah proses penyesuaian diri dengan realitas zaman. Kemudian dijelaskan tentang pelaku pembaharuan. Diceritakan kisah-kisah kepahlawanan dari para sahabat. Kesimpulannya terdapat dalam surah Ar-Ra’du: 11 bahwa sebuah pembaruan tidak akan pernah tercapai manakala kita belum berhasil me...

10 Kisah Naruto yang dapat dijadikan pelajaran hidup (Bagian 1)

Serial Naruto adalah komik dan animasi yang berasal dari Jepang. Serial yang pertama kali terbit pada tahun 1999 ini sebenarnya telah tamat pada tahun 2014 untuk manga nya, dan 2017 untuk seri anime nya. Serial ini merupakan karya dari seorang Mangaka Jepang yang bernama Mashashi Kishimoto. Baik itu versi manga nya atau anime nya, seri Naruto menjadi sangat populer di berbagai belahan dunia karena memiliki jumlah penggemar yang begitu banyak. Bahkan di Indonesia, seri Naruto menjadi salah satu seri terpopuler yang bukan hanya disukai anak-anak, tapi remaja dan dewasa. Jalan cerita yang sangat menarik, membuat seri Naruto memiliki daya tarik yang luar biasa. Sepanjang perjalanannya, banyak pesan-pesan moral yang dapat diambil dari serial ini. Berikut 10 kisah Naruto yang dapat dijadikan pelajaran hidup: 1 . Pengorbanan Orangtua (Minato dan Kushina) Naruto dibesarkan tanpa peran kedua orang tuanya yang telah meninggal ketika ia masih kecil. Minato merupakan hokage ke empat di desa Kono...