Tanggal 5 Oktober 2020, DPR RI mengesahkan RUU Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada rapat paripurna. Pada rapat kali ini, hadir juga beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju sebagai perwakilan dari pemerintah. Seperti Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono hingga Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Dalam rapat tersebut, 6 Fraksi menyetujui tentang RUU Ciptaker. Ke 6 Fraksi tersebut yakni PDIP, GOLKAR, GERINDRA, NASDEM, PKB, dan PPP. Sedangkan 2 Fraksi menolak, yaitu Fraksi PKS dan DEMOKRAT. Serta 1 Fraksi yang menerima dengan catatan, yaitu PAN.
RUU ini bisa dibilang cukup kontroversial, karena menuai pro dan kontra. Banyak orang menilai bahwa RUU ini bermasalah karena akan sangat merugikan rakyat Indonesia, tetapi tidak sedikit orang yang menyetujui dengan alasan agar Indonesia Maju, karena investor akan lebih mudah berinvestasi di Indonesia.
Dalam perspektif lain, mari kita sama-sama menanggapi isu ini dengan lebih bijaksana. Mengambil kesimpulan serta keputusan dengan kepala dingin dan disertai husnudzon kepada para pemimpin. Itu lebih baik bagi hati dan pikiran kita daripada marah, caci maki, dan dendam kepada pemimpin tanpa dasar yang kuat.
Ketika Omnibus LAW SAH! Apa yang harus kita lakukan?
1. Memohon Pertolongan Allah SWT dari Segala Kedzaliman yang Terjadi
Memohon pertolongan Allah, Tuhan yang Maha Esa dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tuhan yang Maha Berkehendak, Maha Kuat, dan kerajaan-Nya meliputi seluruh alam semesta. Mungkin saja, kita merasa tertindas, merasa tidak bisa berbuat apa-apa ketika kedzaliman terus menimpa hidup kita, menimpa negeri kita. Memohon pertolongan Allah merupakan satu-satunya jalan, tidak ada yang lain. Allah, Sang Pencipta kita pasti menolong hamba-Nya yang meminta pertolongan dan ketika Dia menolong hamba-Nya, tidak ada satu pun yang mampu menandingi-Nya. Maka, setelah semua kedzaliman yang terjadi karena ulah manusia-manusia yang sombong, mohonlah pertolongan pada Allah. Sebelum kita melakukan usaha lainnya.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11)
Masalah sebesar apapun, itu bukanlah masalah. Tapi apakah kita mau meminta pertolongan pada Allah atau tidak. Allah Maha Besar. Tidak ada yang sulit bagi-Nya. Mengapa manusia sering kali lupa dengan hal ini?
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan. – (Q.S Al-Fatihah: 5).
Anggota Dewan bisa saja terus melakukan kedzaliman, pemerintah bisa saja terus menyalahgunakan kewenangan. Negeri ini, bisa saja kita lihat kedzaliman terus terjadi, tapi keputusasaan jangan sampai hinggap di dalam hati. Percayalah, minta lah pertolongan kepada Allah. Merendahlah, bahwa kita ini tidak akan bisa melakukan apa-apa tanpa pertolongan-Nya, tanpa kekuatan dari-Nya.
Dengan segala kemudhorotan yang terjadi, jangan sampai membuat kita semakin jauh dari-Nya, tetapi mendekatlah pada-Nya, minta lah pertolongan karena itu yang kita butuhkan. Karena hanya Allah lah yang mampu menolong kita, hanya Allah yang dapat menghilangkan kesusahan pada diri kita, pada negeri kita. Hanya Allah yang mampu menghilangkan kedzaliman yang terjadi di negeri ini.
وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).
2. Ikhlas dan Ridha Bahwa Skenario Allah SWT adalah yang Terbaik
Apakah segala kesulitan, masalah dan kedzaliman yang terjadi menurut kita adalah benar-benar buruk? Apakah Anda percaya bahwa ini semua adalah merupakan bagian daripada skenario yang telah di buat-Nya? Percayakah bahwa saat ini, semua hal yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita? Boleh saja kita menganalisis atau berpikir dengan akal bahwa semuanya sedang tidak baik-baik saja. Tapi jangan sampai mengalahkan keimanan kita, yang percaya bahwa Allah Maha Baik, Allah Maha Adil, dan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Percaya bahwa Allah tidak akan mendzalimi hamba-Nya, percaya bahwa Allah tidak ada hal buruk yang melekat kepada diri-Nya?
Ikhlas dan ridha atas segala qada dan qadar-Nya mampu menenangkan hati, menyehatkan jiwa, dan memberikan energi positif kepada diri kita. Bahwa manusia hanya memainkan peran yang telah diberikan, bukan berarti tidak punya pilihan. Kita boleh memilih mau memainkan peran yang baik atau yang buruk. Tapi sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, sudah seharusnya kita memainkan peran yang terbaik.
Mengapa kita yang mengaku beriman masih suka bersuudzan kepada Allah yang telah menciptakan kita? Mengapa kita lebih percaya hawa nafsu dan bisikan setan untuk mengeluh dan berprasangka buruk terhadap Allah? Mengapa kita lebih memilih berpikir negatif jika bisa memilih pikiran yang positif? Percayalah, berawal dari pikiran positif, maka tindakan kita akan positif. Maka, energi yang ada dalam tubuh kita dan yang kita pancarkan untuk sekeliling kita akan terpancar aura positif.
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999).
Allah Maha Mengetahui. Tahu yang lalu, sekarang, dan masa depan. Allah Maha Melihat, yang tampak atau yang tersembunyi. Apakah Anda masih meragukannya? Mungkin saja, kita merasa bahwa hal buruk terjadi pada diri kita. Tapi, apakah itu mengalahkan keimanan kita akan segala nama dan sifat yang baik bagi Allah? Mengalahkan kepercayaan kita akan adanya Lauhul Mahfudz?
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).
Renungkan, ketika segala keburukan yang kita rasakan ini pasti karena ulah kita. Apa yang telah kita perbuat? Mungkinkah kita sudah menjauh dari-Nya? Mungkinkah kita telah kufur atas segala nikmat-Nya? Mungkinkah kita telah berbuat kerusakan di muka bumi-Nya? Coba-coba fikirkan. Apakah kita telah memainkan peran terbaik sebagai hamba Allah?
Ikhlas dengan tidak menyukutukan-Nya apapun yang terjadi, ikhlas untuk senantiasa memberihkan hati, meluruskan niat, beribadah hanya kepada Allah dan ridha atas segala hal yang terjadi, ridha menjalankan hari demi hari untuk senantiasa taat kepada Allah merupakan hal yang harus kita lakukan. Melihat, mengetahui, dan merasakan kedzaliman terus terjadi, apakah menghilangkan keikhlasan kita untuk berbuat yang terbaik? Menanggalkan keridhaan kita untuk kufur atas segala kenikmatan dari-Nya? Bertaubatlah, karena bisa saja semua ini karena kesalahan kita.
Bersyukurlah, bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, keadaan kita saat ini, pasti suatu hal yang terbaik bagi kita. Kita ini tidak tahu, tapi Allah Maha Tahu. Dengan cara-cara seperti itu, kita akan ikhlas dan ridha atas segala skenario yang telah Allah tetapkan. Yang dengan itu, kita menyikapi segala hal yang terjadi menjadi bagian dalam proses peningkatan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah.
3. Jangan Mengulangi Kesalahan yang Sama, Jangan Pilih Mereka yang Mengkhianati Rakyat!
Hal ini lebih mengarah ke teknis. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Memilih pemimpin negeri dengan cara pemungutan suara, siapa yang paling banyak, dialah yang menang. Baik buruknya kualitas calon pemimpin tidak penting. Orang bodoh pun dapat menjadi Presiden atau DPR jika memiliki suara terbanyak dalam pemilihan.
Tidak, kita tidak akan membicarakan keburukan demokrasi, bukan untuk membicarakan personal seorang pemimpin yang buruk yang telah mengkhianati rakyat. Tapi saya lebih coba mengarahkan agar kita jangan mengulangi kesalahan yang sama. Kita percaya bahwa skenario Allah adalah yang terbaik, jadi mau tidak mau jika kedzaliman terus melanda, keburukan semakin nampak, kita harus mengakui bahwa itu adalah kesalahan kita. Kesalahan kita memilih pemimpin, kesalahan kita dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak yang asal memilih pemimpin. Tidak diteliti terlebih dahulu, dari partai mana, gimana akhlaknya, gimana ibadahnya, gimana latar belakangnya, pendidikannya, keluarganya, dan lain-lain.
Orang awam, yang tidak terlalu perduli dengan politik. Saat pemilihan, sering kali asal memilih. Mereka sering beranggapan bahwa hal-hal seperti itu tidak terlalu berpengaruh terhadap hidupnya. Asalkan bisa makan, asalkan bisa mencari uang, itu sudah cukup. Ketika tawaran uang atau hidup nyaman menghampiri, mereka tidak bisa menolak. Dipilihlah pemimpin yang asal jadi. Asal terpilih. Setelah itu, bodo amat.
Kesalahan itu, berdampak ketika kehidupan selanjutnya dirasakan kerugian. Pemimpin yang dipilihnya melakukan pengkhianatan. Wajar saja, ketika memilihnya pun ia mengkhianati proses dan hati nuraninya. Mengkhianati apa yang telah digariskan. Mengkhianati kejujuran. Seperti inilah yang terjadi ketika seorang yang tidak memiliki kapasitas seorang pemimpin terpilih. Yang tidak memiliki keimanan yang kuat pasti akan berkhianat.
Rakyat, rakyat yang menjadi korban. Termasuk Anda yang berkhianat. Anda korban. Mereka yang duduk di pemerintahan, yang senantiasa menampakkan kedzaliman, yang senantiasa mementingkan golongannya, yang tidak terlalu memperjuangkan kepentingan rakyat, yang tidak mau tulus, kerja keras berkhidmat untuk rakyat telah menipu kita. Ah tidak, tidak seluruhnya mereka salah. Ada kesalahan dari diri kita juga. Intinya adalah satu. Jangan mengulangi kesalahan yang sama.
Apakah masih kurang merasakan penderitaan? Apakah masih merasa tidak perduli dengan politik? Padahal kehidupan kita tidak terlepas dari politik. Agama Islam meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk politik. Jika kita berpikiran bahwa politik kotor, mengapa tidak kita bersihkan dengan agama Islam? Dengan nilai-nilai keluhuran?
4. Mendoakan yang Terbaik bagi NKRI dan para Pemimpin yang Dzalim Bertaubat
Jika kita memiliki pilhan untuk mendoakan yang terbaik kenapa memilih mendoakan yang buruk? Jika kita ingin NKRI yang kita cintai ini menjadi negara maju yang berkah dan diridhoi Allah mengapa tidak mendoakannya? Jika kita percaya bahwa setiap manusia merupakan tempat salah dan berbuat dosa, mengapa tidak memaafkan yang berbuat dzalim dan mendoakannya bertaubat? Bukankah pintu taubat itu terbuka untuk siapa saja yang menginginkannya? Bukankah Allah Maha Penerima Taubat? Mengapa kita terlalu angkuh untuk berdoa. Apa yang menghalangi?
Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk senantiasa berdoa,
"Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan" (QS. Al-Mumin : 60).
Allah juga berfirman dalam surat Fathir ayat 15, "Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir: 15).
Ketika berdoa, doakanlah yang terbaik, yang baik-baik. Coba selami lebih dalam lagi makna doa. Coba selami lebih dalam lagi hati nurani kita. Jangan karena kebencian, dendam, dan kesalahan yang ada, mempengaruhi kualitas doa kita. Doa kita menjadi rendah dan buruk. Hanya menginginkan apa yang kita mau, egoisme mengalir dalam tiap kata doa kita. Tidak lagi ada doa yang bijak, doa yang baik. Yang ada hanya umpatan, keburukan. Innalillahi.
“Tiap Muslim di muka bumi yang memohonkan suatu permohonan kepada Allah, pastilah permohonannya itu dikabulkan Allah, atau dijauhkan Allah daripadanya sesuatu kejahatan, selama ia mendoakan sesuatu yang tidak membawa kepada dosa atau memutuskan kasih sayang.” (HR Al-Thurmudzî).
Pemimpin saat ini yang kita anggap dzalim, wakil rakyat yang kita anggap saat ini tidak mewakili suara rakyat. NKRI yang saat ini kita anggap tidak sedang baik-baik saja. Apakah kita menginginkan hal itu terus terjadi? Jika tidak, mengapa kita malas berdoa, mengapa kita tidak mau mendoakan yang baik-baik. Mendoakan agar pemimpin kita menjadi baik. Mengapa kita merasa lebih baik dari mereka yang saat ini duduk di bangku kekuasaan?
Tidak ada ruginya kita mendoakan yang baik dan yang terbaik. Mendoakan yang baik agar kita mendapatkan hal yang baik pula, mendoakan yang terbaik karena kepasrahan kita kepada Allah, kita tidak tau mana yang lebih baik, maka mintalah petunjuk untuk diberikan yang terbaik.
Ketika kita meminta yang baik dan yang terbaik, bersiaplah untuk melakukan kebaikan pula. Tidak ada kejahatan yang kita perbuat. Tidak ada kemalasan yang terus kita ikuti. Bertekadlah untuk menjadi pejuang membela NKRI dan menjadi insan yang senantiasa bertaubat.
Telah banyak keutamaan, perintah, dan dalil-dalil tentang doa. Sesungguhnya dengan doa kita melibatkan Allah dalam setiap urusan kita. Jika Allah telah kita libatkan, mengapa kita campuri dengan hal-hal yang kotor? Bukankah Allah Maha Suci? Maka, dimulai dari doa, usaha, dan juga lainnya. Jagalah kesucian-Nya, jagalah nama-Nya, jagalah sifat-Nya. Maka, jagalah Allah maka Allah akan menjagamu.
Perihal pemimpin yang dzalim. Yakinlah bahwa mereka sama dengan kita. Yang beriman, masih ada kesempatan untuk bertaubat dan menjemput hidayah Allah. Yang kafir, dengan seizin Allah, mereka masih ada kesempatan untuk menjadi muslim. Bukankah kita ketahui bahwa sahabat-sahabat Nabi SAW, sebagian dari mereka dulunya adalah orang yang berbuat dzalim bahkan menjadi musuh Nabi SAW? Tapi ketika hidayah itu datang, mereka jemput, mereka menjadi sebaik-baik kaum. Mereka menjadi orang yang sangat dekat dengan Nabi SAW. Apakah dengan segala kedzaliman saat ini menutup kemungkinan hal tersebut terjadi pada setiap pemimpin kita? Apakah dengan godaan setan yang terus berbisik pada diri kita, menghilangkan keimanan dan akal sehat kita tentang pintu taubat? Sadarlah, beristighaflah.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ عَنْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِر
"Dari Ibnu Umar. ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokkan."
عَنْ الْأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ اَلْمُزَنِيِّ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Dari Al Aghar bin Yasar al Muzaniy semoga Allah meridhainya, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:‘Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat seratus kali dalam sehari.’ (HR. Muslim nomor 2702)
5. Intopeksi Diri, Bukan Hanya Menyalahkan. Kesalahan Bisa Saja dari diri Kita
Kelima, intropeksi diri. Bisa jadi seperti yang telah disebutkan di atas, ini adalah kesalahan kita. Lihatlah diri kita, sudah merasa baik atau lebih baik? Mengapa hanya menyalahkan? Apakah hal itu Rasulullah SAW ajarkan? Apakah hal itu Allah perintahkan?
Bisa jadi, kesalahan yang diperbuat mengandung hikmah yang besar, kebaikan yang luas. Jika kita mau menyelami, memaknai, dan mencari tau. Jika menyalahkan mampu menyelesaikan masalah, pasti Nabi Adam dan Siti Hawa ketika pertama kali melakukan kesalahan akan saling menyalahkan.
Ingat bahwa kita sesama hamba Allah, umat Rasulullah SAW, tidak pantas saling menyalahkan. Mengapa tidak kita salahkan setan yang menggoda, iblis yang mengarahkan kepada keburukan? Maukah kita membuat mereka senang melihat kita bertengkar? Ukhuwah, itu lebih penting. Perbaikan diri itu lebih penting. Akhlak. Akhlak, menjadi hal yang harus ada dalam diri kita.
Setiap dari kita memiliki peluang yang sama dalam berbuat salah dan dosa. Apakah Anda menginginkan saudara Anda terus berbuat salah? Meluruskan kesalahan boleh saja, ya berdakwah. Itulah yang mengajarkan, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar. Kesalahan itu adalah kemungkaran. Tugas kita meluruskan apabila memahami kebenaran.
Kebijaksanaan menjadi point penting dalam intropeksi diri dan dalam berdakwah. Dalam memposisikan diri sebagai rakyat. Jangan jadi rakyat yang hanya menyalahkan tanpa menghadirkan solusi, memperkeruh suana bukan menenangkan, memperburuk keadaan bukan memperbaiki. Ketika kedzaliman itu ada, tinggal berteriak menyalahkan. Tapi ketika keadaan sedang baik, kenikmatan diperoleh, lupa untuk bersyukur, lupa untuk menyebarkan kebaikannya.
Setiap dari kita memiliki potensi berbuat salah, ketika hal itu terjadi pada pemimpin, kritiklah yang membangun, dengan cara yang baik, dan dengan akhlak mulia. Ketika hal itu terjadi pada pemimpin, bisa saja karena dari kita yang salah. Karena pemimpin merupakan cerminan dari rakyat yang dipimpin. Perhatikanlah apa yang kita lakukan. Diri kita, menjadi tanggung jawab kita di dunia dan akhirat. Sekeliling kita, juga menjadi tanggung jawab kita sebagai muslim. Maka, seorang muslim yang bertaqwa bukan hanya menyalahkan. Ia akan bermuhasabah dan memperbaiki. Bukankah Rasulullah SAW ketika hadir di tengah-tengah kaumnya itu memperbaiki, bukan hanya menyalahkan mereka?
Kesalahan apa yang telah kita perbuat? Sehingga Allah terus memberikan pelajaran-pelajaran yang berat? Intropeksi diri, perbaiki diri. Berazamlah menjadi pemimpin yang baik, adil dan bijaksana. Yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan Hadits. Jadilah rakyat yang baik, yang sesuai dengan syariat Islam. Bermuhasabah lah. Bukankah itu tanda orang yang bertaqwa?
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).
Kira-kira seperti itulah menurut saya dalam menanggapi isu Omnibus Law. Saya ambil dalam perspektif lain, 5 point di atas, coba diperhatikan. Mungkin hal itu akan menjadi keputusan yang bijak dalam membantu merespon keadaan. Ada hikmah yang dapat dipetik untuk jadi modal kita menentukan arah. Tidak bingung harus melakukan apa, tidak salah mengambil langkah.
Sudah saatnya memang, kita menyinari kegelapan politik dengan Islam. Sudah saatnya memang, kita berjuang demi kemenangan Islam melalui jalur politik. Tidak ada lagi istilah bahwa politik pisah dengan Islam, agama Islam tidak mengatur politik, jangan dekati politik, jangan apa-apa politik. Kita, harus melek politik, harus paham, tapi untuk jadi politikus itu pilihan. Jadilah pemimpin yang memperjuangkan Islam, yang menegakkan syariat Allah di muka bumi. Tapi hati-hati, setan akan terus menggoda, sekelompok manusia yang tidak ingin Islam jaya akan terus menggempur. Kuatkan iman, tingkatkan taqwa, dan kokohkanlah kehidupan berjama'ah. InsyaAllah kita menjadi prajut-prajurit Allah yang memperjuangkan kemenangan Islam.
Komentar
Posting Komentar