Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan. Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...
Menurut Imam Al-Ghozali, ta’wil adalah ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir."[1]
Yang sering terjadi perbedaan dalam pentakwilan dalam Islam adalah makna Ukhuwah. Ukhuwah sendiri hubungan yang dijalanin oleh rasa cinta dan didasari oleh akidah dalam bentuk persahabatan bagaikan satu bangunan yang kokoh. Ukhuwah berarti persaudaraan, dari akar kata yang mulanya berarti memperhatikan.[2] Tingkat pemahaman tentang makna ukhuwwah[3] selalu menjadi pembeda di kalangan para da’i. Seorang da’i tidak akan mencapai puncak kesadaran kecuali apabila ia telah menjadikan realisasi akhlak ukhuwah imaniah (persaudaraan seiman) dan pengajaran parameter persaudaraan sebagai tujuan utama dakwah Islam.
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat : 10).
Disini, saya ingin berbagi tentang bagaimana memindai Ukhuwah yang tercerai-berai agar kembali dalam satu simpul ikatan yang kuat. Saya, sedikit merubah beberapa kata dan kalimat dari yang tercantum dalam buku 'Hambatan-Hambatan Dakwah' karya Muhammad Ahmad Ar-Rasyid.
Pemindaian Ke 1: Dasar Persaudaraan Amal karena Allah
Ia adalah persaudaraan aqidah yang manifestasinya cukup dalam kelompok kecil (fi’lah qalilah) yang diwariskannya melalui ta’lim kepada generasi pelanjut yang terus menghidupkannya.
Ia adalah persaudaraan amal yang mengabaikan warna kulit dan kebangsaan. Ia melebur para aktivis sehingga menghilangkan ciri khas mereka, kemudian menjadi ‘batangan’ yang menjawab pengetoknya dengan satu gema yang sejenis.
Persaudaraan, soliditas dan amal adalah denyut nadi yang menunjukkan adanya harapan kehidupan atau nyanyian yang menghibur kafilah yang sedang bergerak menuju fajar baru. Persaudaraan yang menggerakkan da’i untuk beramal Jama’i. Kesolidan yang kokoh sehingga menutup pintu-pintu kemunafikan. Semangat beramal yang terus berkobar di tiap-tiap diri para da’i hingga amal Jama’i mereka menyapai puncak kemenangan.
Sejauh mana seseorang dapat memahami arti ukhuwah dan hal-hal yang dapat mewujudkannya berupa fiqih keta’atan yang tinggi, maka sejauh itu pula ia akan menghadapi gangguan dan hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan. Orang yang mulia akan mencapai derajat yang tinggi, sedangkan orang yang bingung akan kehilangan derajat tersebut.
Hal ini pernah dikatakan oleh Syekh Hamid ‘Askariyah rahimahullah tentang beberapa orang yang mencoba mengelabui al-Imam Hasan al-Banna rahimahullah, ia berkata:
"Mereka sudah tidak mempunyai kebaikan. Mereka telah kehilangan kesadaran akan kemuliaan da’wah, dan telah kehilangan keta’atan terhadap pemimpin. Siapa yang telah kehilangan dua hal ini, maka tidak ada gunanya mereka tetap dalam barisan kita."[4]
Bahkan lebih dari sekedar tidak ada gunanya keberadaan mereka di dalam barisan. Karena sesungguhnya apabila fitnah sudah muncul sejak dini di dalam kelompok aktivis (amil), atau apabila fitnah itu menghidupkan kembali akar-akar perpecahan masa lalu yang sudah terputus, maka kondisi seperti ini akan selalu menciptakan suasana psikologis bagi generasi mendatang yang memungkinkan terulangnya fitnah tersebut. Bisa jadi generasi pengikut terma’afkan tetapi generasi pelopor mendapat dosanya karena telah mewariskan bid’ah yang menggoda generasi pelanjut.
Pemindaian Ke 2: Berhati-hati, awal Fitnah adalah Ta’wil (Interpretasi)
Sebabnya, karena pandangan hati ibarat pandangan mata. Terkadang ada mata yang dapat melihat jauh, sedangkan mata lainnya tidak dapat melihat hanya karena kabut tipis atau debu ringan, apalagi dalam kegelapan. Ini soal perbedaan sudut pandang dan pemahaman.
Kekuatan mata hati berasal dari kekuatan pemahaman (ilmu) dan pantulan iman. Apalagi hal-hal yang dipersilisihkan dalam kebijakan dakwah (siyasatud-da’wah) tidak mempunyai sandaran nash yang jelas, maka kita harus kembali bersandar pada qawa’id ‘ammah (kaidah-kaidah umum) kaidah jalbul maslahih (mengupayakan maslahat), prinsip saddul mafasid (menolak kerusakan) dan menutup pintu-pintu syubhat. Dalam kondisi seperti ini, usaha menghasilkan hukum fiqh (istinbath al-ahkam) akan menjadi semakin sulit, bahkan pemberian fatwa akan menjadi lebih sulit, karena masalah ta’wil mempunyai ruang lingkup yang luas pada kondisi seperti ini.
Apabila kita perhatikan para ahli fiqh abad pertama hijriyah, maka kita akan menemukan bahwa mereka sangat berhati-hati dalam masalah-masalah yang berkaitan erat dengan kebijaksanaan penerapan hukum pada umat ini (siyasah syar’iyyah). Namun demikian ada ulama lain yang memang memiliki pendapat lain. Jika mereka berbeda pendapat apalagi kita di zaman seperti ini?
Setelah mengkaji fiqh kaum salaf dengan seksama, Imam Hasan al-Banna kemudian meletakkan prinsip-prinsip dasar yang dapat dijadikan sebagai pijakan da’wah, tingkatan-tingkatannya, dan pemahaman-pemahaman umum yang membatasi konsep berpikir dan metode-metode penyampaian.
Prinsip dasarnya yaitu memperpanjang periode tarbiyah, memurnikan da’wah hanya di atas dasar aqidah, dan berhati-hati agar tidak terjatuh dalam hegemoni para penguasa. Akan tetapi beberapa da’i mulai bergeser dari tarbiyah yang sangat mendasar dan sudah dikenal itu kepada isti’jal (sifat terburu-buru) yang memaksa mereka menganggap enteng masalah tautsiq ar-rijal (penilaian aspek kelayakan moral seseorang). Berbagai ta’wil itu menjauhkan mereka dari inti da’wah, sebagaimana kita menyaksikan adanya pembelaan setiap ahli ta’wil kepada ta’wilnya ketika menghadapi penolakan, seperti muncul aliran Qadariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Murji’ah, dan Khawarij. Pun begitu yang terjadi pada sekarang, kita melihat bias-bias para ahli ta’wil sehingga muncul pemahaman aneh yang atas nama kemaslahatan da’wah yang membolehkan perilaku bermuka masam, berprasangka buruk, membicarakan aib, bermulut kasar, meninggalkan amal, menjauhkan adab, dan keluar dari bai’at. Mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompokya daripada ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat.
Para aktivis da’wah yang tergabung dalam satu barisan seharusnya tidak termakan fitnah masalalu yang menghantui perjalanan da’wah mereka. Karena orang-orang yang menebar fitnah ingin kenangan masa lalu kembali terulang untuk memberikan ujian dalam hidup berjama’ah. Jangan sampai ada orang yang berada dalam satu barisan tersebut ikut menjadi bagian penyebar fitnah yang menyebabkan keta’atan dan semangat beramal menjadi lemah.
Pemindaian Ke 3: Waspada, ketika Noda Hitam telah Menyebar di Hati
Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah memperingatkan bahaya penyakit hati ini dengan lebih dahulu memerintahkan kita agar menepati janji. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu sudah menjadikan Allah sebagai saksimu terhadap sumpah-sumpah itu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa-apa yang kamu perbuat.” (QS. An-Nahl : 91).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Qutb, menepati janji Allah mencakup bai’at semua kaum Muslimin kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan meliputi semua perjanjian untuk melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Selanjutnya Allah berfirman kepada orang yang memiliki hati yang tanggap:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintalnya dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antara kamu.” (QS. An-Nahl : 92)
Jadi perumpamaan orang yang melanggar janji adalah seperti seorang wanita dungu yang lemah kemauan dan tidak berpendirian. Ia memintal benangnya dengan kuat, namun setelah itu ia melepaskan pintalan itu kembali.[5] Sebuah perbuatan yang bodoh dan sia-sia.
Sebagaimana diriwayatkan Muslim dalam hadits shahih dari Hudzaifah bin al-Yaman radiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Berbagai fitnah akan dibentangkan kepada hati seperti anyaman tikar, satu benang demi satu benang. Hati mana saja yang berhasil dirasuki fitnah itu, maka ia akan menjadi titik hitam, sedangkan hati mana saja yang menolaknya, maka ia akan menjadi titik putih. Sehingga hati itu terbagi dua, hati putih seperti batu karang, yang tidak akan goyah oleh fitnah apapun selama langit dan bumi masih tegak. Sedangkan yang lainnya hati hitam seperti warna yang sangat putih terletak dalam warna hitam, ia seperti panci yang terbalik, ia tidak mengenal kemakrufan dan tidak pula menolak kemungkaran, kecuali apa-apa yang bersesuaian dengan keinginan hawa nafsunya. (HR. Muslim).
Pemindaian Ke 4: Tenang, Da’wah ini Terpelihara!
Ketauhilah siapa yang enggan mengikuti jalan da’wah ini maka da’wah ini tidak akan dirugikan sama sekali, karena terpelihara. Mereka tidak akan menghancurkan apa yang dibangun oleh tangan Allah. Perkataan seorang yang ikhlas pasti memurnikan kejujurannya. Sedangkan kebatilan para pelanggar aturan Allah tidak akan menjadi bersih begitu saja. Sebagaimana dikatakan oleh Abdul Qadir ‘Audah rahimahullah, "Ia adalah da’wah Allah, bukan da’wah sekelompok orang. Sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kaum Muslimin bahwa da’wah ini terkait dengan-Nya, bukan terkait dengan para da’i. Sesungguhnya keberuntungan orang dari da’wah ini ialah bahwa siapa yang berbuat untuk kepentingan da’wah ini, maka Allah akan memuliakannya. Tetapi siapa yang meninggalkan da’wah, maka sebenarnya ia telah menjauhkan kebaikan dari dirinya, dan tidak akan merugikan dakwah ini sedikitpun."[6]
Pemindaian Ke 5: Ketahuilah Faktor Penghancur Ukhuwah
Para pendahulu kita merasa kasihan kepada ahlul fitnah, lalu memperingatkan mereka dari bahaya buruk yang akan menimpa mereka. Hudzaifah bin al-Yaman berkata:
“Jauhilah berbagai fitnah. Janganlah sampai ada orang yang terlibat di dalamnya. Demi Allah, siapa saja yang terlibat di dalamnya pasti akan dihancurkannya, seperti banjir yang menghancurkan tanah humus.”
Qatadah bin Da’amah seorang tokoh tabi’in, menggambarkan kepada kita pengalaman fitnah yang pernah disaksikannya. Ia berkata”
“Demi Allah saya sudah menyaksikan beberapa kelompok orang yang senang dan bersegera kepada fitnah. Sebagian orang menahan diri darinya karena takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bila fitnah itu telah berlalu maka terlihatlah bahwa orang yang menahan diri itu menjadi lebih bersih jiwanya, lebih sejuk hatinya, dan lebih mudah berbuat baik daripada orang-orang yang bersegera kepada fitnah. Amal perbuatan mereka menjadi kebencian bagi hati mereka setiap kali mereka menyebutnya. Demi Allah, sekiranya manusia mengetahui bahaya ketika fitnah datang sebagaimana pengetahuan mereka ketika fitnah berlalu, niscaya kebanyakan generasi akan dapat memahaminya dengan pikiran yang jernih dan lurus.”
Tidak ada yang bisa selamat dari fitnah kecuali pemimpin yang memiliki akhlak kepemimpinan yang penyabar dan suka bertobat. Karena bisa jadi ia tertipu oleh hiasan tipu daya yang dibuat oleh para pembuat fitnah. Akan tetapi ia cepat kembali kepada kesadaran dan kebenaran. Setiap orang harus membekali diri dengan ilmu dan taqwa, dengan dalil yang jelas dalam menapaki jalan yang lurus, lalu berjalan sesuai dengan sistem, perencanaan dan kehidupan berjama’ah.
Komentar
Posting Komentar