Langsung ke konten utama

3 Faktor menjadi Pemimpin yang Sukses

  Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan.  Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...

Jalan Menuju Tarbiyah Islamiyah yang Paripurna

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Setiap da’i sudah seharusnya mengetahui dan memperhatikan apa yang terjadi antara Nabi Musa Alaihi Salam dengan seorang hamba sholeh yang penuh kasih sayang.[1] Seperti apa yang disampaikannya tentang adab keta’atan dan dialog transparan antara mereka berdua:

“Musa a.s berkata : ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Nabi Khidir berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, dan bagaimana mungkin kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘InsyaAllah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”.[2] (QS. Al-Kahfi : 66-69)

Itulah sebuah janji keta’atan seorang pengikut terhadap pemimpinnya yang ia ridhoi dan menggariskan sebuah undang-undang penyerahan hak memerintah kepada pemimpin. Disitu, Nabi Musa a.s membuat sebuah keyakinan dengan tegas yang sedari awal sudah dikhawatirkan oleh Hamba Sholeh tersebut, bahwa dirinya akan bingung lalu hilang semangat. Sungguh niat awal menjadi sangat penting dalam memulai sebuah keta’atan, karena itu yang akan menjadi pondasi bagi dirinya selama ia mengikuti pemimpinnya tersebut.

Cerita di atas juga senantiasa menjadi peringatan bagi setiap da’i agar menjauhkan diri dari kelalaian dan lambannya kesetiaan, karena Nabi Musa a.s. sudah mengajarkannya kepada setiap da’i, sesungguhnya keta’atan akan mengantarkan seseorang kepada seni kepemimpinan yang benar. Ketahuilah, bahwa krisis Islam dan problematika kontemporernya terletak pada kebutuhannya akan para pemimpin. Sementara itu seorang yang ikhlas tidak akan bisa memahami kepemimpinan, kecuali setelah membiasakan kakinya berjalan dalam derap langkah keta’atan sejati.

Keasyikan yang Membuat Ifrath (Sikap Berlebihan)

Sebagian orang bertanya-tanya tentang generasi muda yang baru tumbuh. Seperti organisasi yang melakukan perekrutan pengurus baru. Pada awal kehadiran mereka di dunia da’wah ini, hati mereka dipenuhi oleh iman, kecintaan, persaudaraan, dan semangat juang serta impian indah lainnya. Beberapa waktu kemudian, hal-hal tersebut mengendur, pendapat mereka berselisih, lalu bersikap fanatik ­(ta’ashub) yang memecah belah dan ini terjadi di banyak negeri Islam pada berbagai masa.

Sebab terjadinya hal ini karena hati seorang anak manusia akan merasa keasyikan dan kenikmatan yang besar apabila ia mampu merealisasikan apa yang diyakininya sebagai suatu kebenaran. Namun ia tidak akan pernah puas jika hal itu lebih kepada hawa nafsu dan bahkan akan terus menuntut lebih. Sehingga ia tidak bisa bersabar akibat sifat terburu-buru yang ditanamkan Allah pada dirinya. Kemudian ia keluar terdorong oleh ketamakan dan ketergesaannya untuk bertindak berlebih-lebihan dalam menyibukkan anggota badan dengan sesuatu yang bisa memenuhi hasratnya. Lalu ia merasa lelah, dan kelelahan itu tercermin pada hatinya dalam bentuk kebosanan. Semua itu tidak lagi membawa harapan dan tidak pula akan membawa maslahat bagi pihak lainnya.

Sesungguhnya fenomena seperti ini, dalam amal dan tabi’at hati, menafsirkan kepada kita sebagian aspek dari apa yang kita lihat dalam kegiatan dakwah Islam, berupa adanya kesalahan perencanaan dan tarbiyah pada para da’i generasi muda tersebut. Solusi dalam masalah ini melalui pengetahuan sederhana tentang ‘siasat hati’, tidak jauh dari itu.

“Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma’idah : 77)

Sesungguhnya keinginan para da’i menyaksikan ‘jama’ah satu hati’[3] akan mendorong mereka untuk mencari kelemahan-kelemahan tarbiyah masa lalu berupa adanya berbagai fitnah yang menunjukkan penyimpangan dari kaidah-kaidah ta’amul imani, dan membuat lari para pendukung setia.

Periksa diri dengan jaulah Imaniyah (perjalanan iman) yang panjang untuk memurnikan akidah, meningkatkan ibadah, memperbaiki akhlak dan meneguhkan hati kita. Kita harus memurnikah da’wah kita atas dasar akidah imani. Bukan sekedar kepentingan politik dan kepentingan golongan. Prinsip Islam bukan prinsip suatu golongan yang harus menjadi dasar perjuangan. Karena hal tersebut menjadi jalan setan dalam membuat perpecahan melalui orang-orang munafik dan pengkhianat. Harta, tahta, wanita menjadi penyebab fitnah yang meruntuhkan persatuan atas dasar iman. Kita harus menjauh dari orang yang ambisius, terburu-buru, dan tidak berpendirian. Yang setiap dari mereka melakukannya bukan atas dasar Iman.

Sikap Hati-Hati yang Memberi Inspirasi

Hati-hati bukan sebuah metode primitif dan bukan pula sejenis lingkungan kolot yang menjadikan dakwah para Nabi terfokus pada nilai tauhid dan disempurnakan dengan akhlak mulia. Ia adalah hikmah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadikan para nabi itu mengajarkan para pengikut mereka sikap hati-hati, tidak ceroboh dan kefasihan bahasa hati.

Ia adalah cinta Allah. Dengannya mereka menyampaikan kabar gembira kepada orang yang penyabar dan tidak ceroboh, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam kepada al-Asyaj r.a. kepala kabilah Abdul Qais:

“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah, yaitu sifat penyabar dan tidak suka tergesa-gesa.” (HR. Muslim).

Kesabaran seorang penyabar adalah benteng yang akan melindunginya dari fitnah. Melindunginya dari sifat pemarah dan egois. Sehingga ia mampu berlaku adil dalam berbagai keputusan. Sedangkan sifat ‘tidak ceroboh’ akan memberinya kesempatan untuk menganalisa dan menimbang-nimbang, sehingga tidak ada lagi keraguan.

Beberapa kisah para nabi yang mengajarkan kita akan kesabaran. Diantaranya adalah kisah Nabi Nuh a.s, yang berdakwah 900 tahunan namun yang menjadi pengikutnya sedikit bahkan istri dan anaknya tidak mau mengikuti seruannya. Kemudian Nabi Ayyub a.s. yang tetap sabar saat diberi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sakit yang berkepanjangan, serta kisah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang tetap teguh menegakkan Islam meski ujian yang dirasakan begitu sangat berat, dll.

Dengan kesabaran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan pertolongannya kepada orang yang beriman ketika sedang diuji dalam kesulitan atau masalah. Sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 153).

Para Pewaris Nabi tidak Bersikap Ceroboh

Ini juga menjadi hikmah yang memagari para pewaris Nabi ketika menghadapi banyaknya godaan harta, atau ketika fitnah merebak dan banyak desas desus. Sebagaimana nasihat dari al-Fudhail ibnu ‘Iyadh rahimahullah ketika ada orang yang mendatanginya meminta nasihat:

“Kalian harus selalu berpegang dengan al-Qur’an. Kalian harus berpegang dengan sunnah. Kalian harus selalu mendirikan sholat. Celakalah kalian! Zaman ini bukanlah zaman untuk berbicara, akan tetapi ia adalah zaman: Jagalah lidahmu, sembunyikanlah kedudukanmu, obatilah dengan (ibadah) malam hari, lakukanlah apa yang kalian ketahui dan tinggalkanlah apa yang kalian ingkari.”

Ini adalah siyasah tarbawiyah yang baku bagi setiap Jama’ah Islam yang berjuang. Islam menghendaki kita agar menjernihkan jiwa. Tarbiyah yang sangat panjang. Materinya adalah al-Qur’an, sunnah dan berkhalwat pada sepertiga malam yang terakhir. Hati setiap da’i harus terbiasa pada hal yang benar, dan meninggalkan semua hal yang munkar.

Metode Kaum Salaf dalam Mengajarkan Kesetiaan

Sifat ‘setia’ yang mulia ini membuat indah kisah kaum salaf yang setia. Kisah itu selalu menerangi segenap majelis generasi ahli dzikir hingga zaman para da’i sekarang ini. Indahnya kesetiaan kaum salaf itu mendorong mereka untuk mencela siapa saja yang melanggarnya.

Semenjak pertama kali Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyiarkan agama Islam kepada Abu Bakar serta sahabat yang lain. Kesetiaan mereka langsung tertancap ke dalam sanubari hati mereka. Menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk menjaga kesetiaan pada Islam. Aqidah yang kokoh menghunjam bumi tempat setiap individu-individu para sahabat nabi itu berpijak.[4]

Sifat ‘setia’ menjadi sinar cahaya bagi seseorang. Menutupi (kekurangan) dan menghindari fitnah. Sebagaimana dilakukan seorang tabi’in, Ka’ab bin Sur Rahimahullah, ketika terjadi perselisihan yang mengakibatkan peperangan di kalangan sahabat.

“Ia masuk ke sebuah rumah dan menutup rapat pintu rumah itu. Lalu ia membuat sebuah lubang kecil untuk mendapatkan makanan dan minumannya, agar ia terhindar dari fitnah.”

Ka’ab melakukan hal itu agar orang-orang yang terlibat dan diseru untuk ikut perang saudara itu dapat melihat dan memikirkan apakah yang sebenarnya terjadi? Sehingga timbul pertanyaan dari diri mereka untuk diri mereka sendiri, untuk kembali merenungkan hakikat pertikaian ini, menganalisa dan saling intropeksi diri. Semoga dengan demikian hati yang panas akan kembali dingin dan tenang, lalu kembali pada fikiran jernih dalam penyelesaian masalah, dan dapat memikirkan masa depan.

Sikap mengucilkan diri ini boleh dilakukan apabila kemungkinan akan menimbulkan pertumpahan darah. Dan di zaman sekarang yang penuh fitnah di mana-mana hendaknya kita senantiasa memohon perlindungan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar terhindar dari fitnah akhir zaman. Menjaga kesetiaan insya Allah akan mendatangkan kebahagiaan dan terhindar dari fitnah yang dibisikkan oleh setan melalui orang-orang yang munafik.

“Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah.” (HR. Abu Dawud).

Sesungguhnya kaum salaf yang begitu kokoh menjaga kesetiaannya adalah menghindari perpecahan dan perselisihan. Saling menguatkan dalam berjama’ah. Kokoh atas dasar Aqidah yang terpatri dalam hati mereka. Oleh karena itu, ada hadits tentang wasiat untuk mengikuti jamaah dan menghindari perpecahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jamaah adalah rahmat (kasih sayang), sedangkan perpecahan adalah azab.” (HR. Ahmad).

Demikian beberapa yang menurut penulis adalah jalan menuju Tarbiyah Islamiyah yang Paripurna. Hambatan yang ada, harus dapat kita lalui dengan baik. Jadikan hal itu sebagai tantangan perjuangan.  Bukan sebagai ancaman yang berujung pada kehancuran. Semoga semangat persatuan dan tekad kuat yang lahir dari cinta terhadap dakwah Islam dan kehidupan berjama'ah, dapat menuntun kita menuju Tarbiyah Islamiyah yang Paripurna. Sebagai bagian daripada jalan menggapai kemenangan Islam yang telah dijanjikan.

Wallahu a’lam bisshowab.

Referensi : Hambatan-Hambatan Dakwah (Muhammad Ahmad Ar-Rasyid) bab II


[1] Menurut kebanyakan ahli tafsir, hamba yang sholeh itu bernama Khidir a.s. Penerjemah.
[2] Lihat surah al-Kahfi, ayat 66-69. Menurut ahli tafsir hamba sholeh di sini adalah Khidir a.s. Penerjemah.
[3] Gambaran persaudaraan mukminin sejati sebagaimana yang disebut dalam hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
[4] Thabaqat Ibnu Sa’ad, 7: 92


Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Faktor menjadi Pemimpin yang Sukses

  Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan.  Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...

Transformasi Pembaruan Dakwah Kampus; Sebuah Renovasi Cerdas-Paripurna

Secara etimologis Transformasi adalah Perubahan Rupa (betuk, sifat, fungsi dsb). Transformasi secara umum menurut kamus (The New Grolier Webster Internasional dictionary of English Language), menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan fungsi. Bisa kita saksikan dalam sejarah bahwa Islam adalah agama, nilai dan ajaran yang transformatif. Merubah tatanan hidup manusia dari keburukan yang berbagai macam rupa menjadi kebaikan-kebaikan yang penuh kemuliaan. Sedangkan permbaruan merupakan proses yang senantiasa dijalankan oleh alam semesta atau sebuah proses penyesuaian diri dengan realitas zaman. Kemudian dijelaskan tentang pelaku pembaharuan. Diceritakan kisah-kisah kepahlawanan dari para sahabat. Kesimpulannya terdapat dalam surah Ar-Ra’du: 11 bahwa sebuah pembaruan tidak akan pernah tercapai manakala kita belum berhasil me...

10 Kisah Naruto yang dapat dijadikan pelajaran hidup (Bagian 1)

Serial Naruto adalah komik dan animasi yang berasal dari Jepang. Serial yang pertama kali terbit pada tahun 1999 ini sebenarnya telah tamat pada tahun 2014 untuk manga nya, dan 2017 untuk seri anime nya. Serial ini merupakan karya dari seorang Mangaka Jepang yang bernama Mashashi Kishimoto. Baik itu versi manga nya atau anime nya, seri Naruto menjadi sangat populer di berbagai belahan dunia karena memiliki jumlah penggemar yang begitu banyak. Bahkan di Indonesia, seri Naruto menjadi salah satu seri terpopuler yang bukan hanya disukai anak-anak, tapi remaja dan dewasa. Jalan cerita yang sangat menarik, membuat seri Naruto memiliki daya tarik yang luar biasa. Sepanjang perjalanannya, banyak pesan-pesan moral yang dapat diambil dari serial ini. Berikut 10 kisah Naruto yang dapat dijadikan pelajaran hidup: 1 . Pengorbanan Orangtua (Minato dan Kushina) Naruto dibesarkan tanpa peran kedua orang tuanya yang telah meninggal ketika ia masih kecil. Minato merupakan hokage ke empat di desa Kono...