Jika harus membuat sebuah teori baru, kata pemimpin memiliki makna seseorang yang memiliki mimpi atau harapan. Mengapa kita harus membahas tentang hal ini? Jawabannya karena pemimpin adalah tokoh sentral dalam perjuangan mewujudkan suatu mimpi, harapan, dan cita-cita. Pada pembahasan kali ini, kita akan memberikan pandangan terkait tips menjadi pemimpin yang sukses. Ada beberapa faktor yang memengaruhi jiwa kepemimpinan seseorang. Penasaran bagaimana caranya menjadi pemimpin yang sukses dan apa saja yang harus dimiliki oleh pemuda agar siap menjadi pemimpin? Kecerdasan Ruhaniyah atau Spiritual Kecerdasan yang bersifat kejiwaan dan kebatinan. Kecerdasan ini dibangun dan ditumbuhkan melalui kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Agama menjadi sangat penting bagi kehidupan seseorang dan masa muda adalah saat yang paling tepat untuk mencari jati diri, sehingga tujuan hidup yang telah ditentukan senantiasa pada koridor kebenaran yang telah ditetapkan. Mengapa kita melakukan hal-ha...
Seperti biasa, di sore hari ia pulang dari tempat kerja. Setelah sedari pagi berada pada wilayah pemerintahan yang berada tepatnya di daerah Senayan. Mungkin lelah dan jenuh dirasa tiap kali mengendarai kendaraan roda dua dengan keadaan yang hampir sama setiap harinya. Namun ia tetaplah berusaha bersyukur atas keadaannya, karena jika dibandingkan dengan para pencari kerja, nasibnya bisa dikatakan lebih baik. Alhamdulillah..
Kita akan mengikuti ceritanya pada hari itu, yang menarik adalah bagaimana perjalanannya yang tampak tidak biasa. Mari kita mengikutinya dari awal ia menaiki motor dan mengawalnya hingga keluar komplek tempat kerja. Tampak tidak ada suatu perbedaan yang berarti, mari kita tetap menemaninya yang mulai memasuki jalan raya. Wajahnya, menoleh kanan kiri. Datar dan berekspresi seperti sedang memikirkan sesuatu. Perlahan lamunan mulai menghiasi wajahnya melalui kontak mata yang terlihat. Meski ia menggunakan masker, namun kita bisa menyimpulkan ia sedang melamun! Lihat gerak-geriknya. Ada apa? Tubuhnya seperti tak bersemangat. Kita harus segera menegurnya agar ia tidak kenapa-kenapa di jalan. Setidaknya, aku akan menolongnya yang kebingungan sedang melanda hatinya. Aku yakin, ia membutuhkan seseorang untuk berbagi cerita. Tentang hal apapun yang sedang ada dalam pikirannya.
Langsung saja. Aku mencoba menyelami dirinya, masuk melalui aliran darahnya. Mencoba mengarahkan diri menuju otaknya, menjumpai dirinya di alam pikirannya sendiri, lalu disana kita akan berbagi cerita. Nampaknya ini akan menjadi perjalanan yang seru, karena di kala senja ini, kami akan melukis warna indah dengan tinta cerita.
Tak terduga! ternyata ia orang yang banyak bicara. Seolah, ia ingin menunjukkan bahwa dirinya telah melepas segala keluh kesah di dalam hati. Tapi aku akan terus mengamati dan menatap matanya dengan sepenuh hati. Aku, sedang mencoba memahami keadaannya. Benar, aku sedang 'belajar memahami seseorang'. Melaluinya, dalam perbincangan yang hangat ini. Mengapa hangat? Karena kami ditemani segelas teh panas yang terhidangkan.
Sesekali, senyum tawa lepas keluar dari wajahnya. Mungkin bersama dengan masalah yang sedang menerpanya. Aku mencoba memahami persoalannya. Mengumpulkan tiap-tiap kalimat penting yang terucap olehnya dan sedikit demi sedikit menyimpulkannya. Memang benar, dengan berbicara langsung seperti ini dapat menjadi pembantu pemecahan masalah. Aku percaya bahwa Allah telah mengirimnya agar aku bisa belajar tentang memahami seseorang.
Biarlah ia berbicara tentang dirinya, aku sedikit sibuk dengan diriku sendiri. Memikirkan apa yang tiba-tiba hadir dalam pikiran. Kali ini, tentang petunjuk dari Allah, Sang Pencipta. Setiap manusia diciptakan berbeda, dalam rupa maupun hal lainnya. Termasuk kepribadian dan masalah hidup. Mari kita lihat kembali di dalam Al-Qur'an. Surah Al-Hujurat: 13. Disana Allah menerangkan bahwa Dia menciptakan manusia adalah untuk saling mengenal. Satu sama lain. Maka, dari perkenalan itulah setiap manusia akan saling memahami satu sama lain. Disinilah aku sedang melakukannya. Mencoba memahami dirinya, dengan berbagi kisah bersama.
Ketahuilah bahwa tidak mungkin kita akan memahami seseorang jika kita tidak mengenalnya. Karena jika kita tidak mengenalnya, maka akan terjadi kesalahan pandangan. Lalu kesalahan persepsi dan kesalahan sikap. Akhirnya, tiap anak manusia akan saling bermusuhan, memilih jalan kebencian yang dipenuhi kegelapan. Bukan jalan kepercayaan yang diterangi cahaya kehidupan. Lantas, apakah aku harus memahami setiap orang? Bukankah, jika seperti itu aku harus mengenal setiap orang? Haha, jangan becanda! Menaruh barang saja aku suka lupa, bagaimana mengenal tiap kepribadian orang?
Di tengah kebingunganku, segera aku bertanya padanya. Memotong sedikit pembicaraannya. "Menurutmu, bagaimana cara memahami seseorang?" tanyaku. Diam seketika ketika kalimat pertanyaanku di dengar olehnya. Sedikit mengheningkan suasana sore itu. Ia lantas meminum teh yang ada di hadapannya secara perlahan sebelum menjawab. Menatap mataku dengan tajam sembari berucap, "Gampang sebenarnya." Aku yang ingin mendapat penjelasan darinya, kembali bertanya. "Bagaimana caranya jika gampang? Tolong bantu jelaskan."
"Begini, cara memahami seseorang itu ada dua. Jika kamu telah menguasai 2 hal ini, maka akan melahirkan sebuah jawaban yang paripurna. Dengan begitu, kamu akan lebih mudah memahami seseorang. Kamu tidak akan seperti manusia lainnya yang merusak alam, bermusuhan pada sesama, dan saling membenci karena adanya perbedaan." Jelasnya. Aku, semakin memfokuskan diri menyimaknya bicara. Seakan diri ini telah terikat pada tiap bait kata yang terucap olehnya.
"Yang pertama dari keduanya adalah iman. Tanpa iman maka kamu bukanlah orang yang beriman. Tanpa iman akan menjadi sia-sia apa saja yang kamu lakukan. Kamu tidak akan bisa memahami seseorang jika kamu bukan orang yang beriman. Mengapa? Karena Tuhan saja tidak kamu percayai, apalagi ciptaannya. Karena kepercayaan sangat penting dalam hal kita memahami. Aku tidak akan membahas lebih panjang tentang iman. Yang jelas, kamu harus memperhatikan keimanan dalam dirimu. Memperhatikan bagaimana interaksimu dengan Tuhan. Apakah sudah baik? Jika belum, maka kamu akan sulit memahami orang lain."
"Kemudian ketika konteksnya kita masukkan dalam memahami seseorang, kamu harus percaya dulu dengan orang itu. Karena memahami itu sama seperti kamu mencoba masuk ke dalam diri seseorang. Kamu harus memberikan kepercayaan terlebih dahulu. Maka, pahamilah dulu dirimu sendiri. Baru orang lain. Jika kamu tidak percaya pada dirimu sendiri. Kamu tidak akan bisa percaya dengan orang lain. Ketahuilah bahwa semua itu bermula dari keimanan kepada Allah dan segala syariat-Nya serta Rasul-Nya. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam."
"Kedua adalah ilmu. Tanpa ilmu maka kamu tidak akan bisa memahami seseorang. Selain ilmu-ilmu dasar dalam beragama sebagai pondasi, kamu harus mendapatkan ilmu-ilmu tentang kehidupan dan ilmu-ilmu lain yang sesuai dengan kebutuhan. Tanpa pemahaman akan ilmu, kamu akan menjadi bodoh dan termasuk ke dalam orang yang celaka. Karena tidak mempergunakan akal untuk berpikir. Karena proses memahami seseorang adalah proses berpikir. Kamu akan menjumpai sekelumit permasalahan di dalam perjalanannya. Kamu harus siapkan bekal terbaik untuk melaluinya. Ya, dengan ilmu itu akan membantumu memahami diri sendiri dan orang lain. Kamu harus menjadi orang yang berilmu. Jadikan setiap hal yang terjadi adalah sebagai guru yang mengajarkanmu sebuah ilmu. Inilah namanya ilmu kehidupan. Sepanjang itu mengarahkan dirimu dalam proses berpikir, merenung, dan penggunaan akal. Maka disanalah kamu akan mendapatkan ilmu."
"Iman dan ilmu ya, dua hal yang harus aku kuasai." Tangkasku sebagai penekanan tanda aku mengerti penjelasannya. Ia mengangguk. "Dalam hidup, kamu kuasai tentang kedua hal itu. InsyaAllah hidupmu akan selamat. Coba kita belajar dari sirah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan dari Al-Qur'an. Banyak menceritakan tentang kisah-kisah yang mengajak kita berpikir, merenung, mengambil pelajaran, hikmah dan lainnya. Kemudian tentang keimanan, doa, harapan, kepercayaan dan lainnya."
"Lalu, setelah kamu menguasai kedua hal itu, maka kamu akan menjadi orang yang bertaqwa. Maka inilah jawaban yang paripurna. Kamu akan berada pada posisi menjadi manusia yang paling mulia di sisi Allah. Maka taqwalah sebaik-baik bekal terbaik bagimu dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Tak ada yang lain. Menurutku, taqwa inilah yang lahir dari keimanan yang paripurna dan keilmuan yang seluas 'samudera'. Dengan taqwa inilah kamu akan memiliki pondasi yang kuat dalam berinteraksi kepada Allah dan sesama. Kamu akan paham diri sendiri dan orang lain. Maka, belajarlah daripada para Nabi, terutama Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang menjadi manusia yang paling bertaqwa. Manusia yang dengan seizin Allah, berhasil memadukan keimanan dan keilmuan dengan sempurna. Selamilah makna taqwa yang luas itu dengan kecintaan yang mendalam, dengan kerinduan akan perjumpaan kita dengan Allah dan Rasul-Nya. Itu paling beberapa hal yang dapat aku sampaikan kepadamu, memang sangat luas jika dilanjutkan penjelasannya namun dengan itu saja, semoga dapat menjawab pertanyaanmu." Harapnya mengakhiri.
Aku tersenyum, mengucap terimakasih dan memegang tangannya. Ternyata, hal itu membuatnya ikut tersenyum lepas. Tampak tidak ada raut wajah melamun seperti tadi sebelum kami saling bicara. Aku senang, sepertinya ia berhasil melepaskan beban yang ada dipikiran dan pundaknya. Kembali menikmati hidup yang sebenarnya. Tidak terlarut dalam permasalahan yang melanda. Kembali bangkit dari keterpurukan hidup yang memang terkadang sering membuat kita lupa akan rahmat Allah, dan pada akhirnya berputus asa. Menyalahkan keadaan dan orang-orang sekitar. Aku percaya bahwa melalui orang terdekat kita, Allah dapat kirimkan pertolongan-Nya. Perbincangan kami pun berakhir.
Aku meninggalkannya, keluar dari pikirannya untuk kembali melihatnya dari luar. Matanya mulai menunjukkan tanda senyuman. Bibirnya yang tertutup masker perlahan bergerak, seperti mengucap suatu dzikir dan bacaan doa. Sepertinya ia telah baik-baik saja. Ia telah berhasil menyelesaikan persoalan hidupnya.
Tak berapa lama, ia sampai di rumahnya dengan selamat. Kembali berkumpul bersama keluarga tercinta, dan melanjutkan kisah hidupnya yang masih akan terus ada dengan penuh perjuangan. Semoga saja, dia dapat menjadi seseorang yang beriman dan berilmu. Lalu menjadi orang yang bertaqwa pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Menjadi orang yang mencintai sesama, perduli dengan mereka, me
Bagaimana denganku? Disini aku telah berhasil belajar tentang suatu hal. Dari dirinya, aku belajar memahami seseorang. Meski sepertinya ia tidak sadar berjumpa dengan ku di alam pikiran dan memberikanku pelajaran. Tak apa, yang penting memberi makna dan perubahan.
Dalam momentum ini juga, sebelum pergi aku ingin mengucapkan selamat hari guru! kepada semua semua yang telah memberikan pelajaran terbaik dalam hidupku. Terimakasih! sampai jumpa wahai aku di dimensi yang lain, sampai ketemu!
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
(QS. Al-Hujurat: 13)
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُوْلِي اْلأَلْبَا
"... Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal."
(QS. Al-Baqarah: 197)
Komentar
Posting Komentar